Belum usai dari duka Tragedi Kanjuruhan, pelatih Tim Nasional Indonesia, Shin Tae-yong mengancam mundur dari jajaran kepelatihan anak asuhnya. Alasan Shin Tae-yong ingin mundur tersebut disebabkan oleh desakan publik terkait mundurnya Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan atau kerap disapa dengan panggilan Iwan Bule. Alasannya tersebut diungkapkan dirinya lewat akun Instagram resmi Shin Tae-yong pada hari Rabu (12/10/22) kemarin.
Shin Tae-yong dalam tulisannya di Instagram menyebutkan bahwa, jika Ketua Umum PSSI harus bertanggung jawab atas semua yang terjadi dan mengundurkan diri, maka dirinya pun akan melakukan tanggung jawab yang sama dengan cara mundur dari pelatih Timnas. Ia juga menegaskan bahwa, jika terdapat kesalahan dari rekan kerja yang bekerja sama sebagai satu tim, maka ia pun memiliki kesalahan yang sama.
Maka, bisa disimpulkan bahwa Shin Tae-yong merasa ikut bertanggung jawab atas insiden yang terjadi, dan atas desakan publik terkait mundurnya Ketua Umum PSSI, Iwan Bule, sebagai bentuk tanggung jawab. Ia juga lantas menambahkan bahwa, kesuksesan dicapai oleh satu tim, mulai dari pemain inti, pemain cadangan, staf pelatih, ofisial, serta semua karyawan federasi, termasuk Ketua Umum.
Meski begitu, ancaman Shin Tae-yong untuk mundur dari pelatih Tim Nasional Indonesia menjadi buah bibir dan menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Pasalnya, ada sebagian masyarakat yang justru menginginkannya untuk tetap berada di Timnas, sebagaimana terlihat dari komentar-komentar yang terdapat di postingan Instagramnya.
Namun, beberapa masyarakat juga menganggap bahwa keputusan Shin Tae-yong untuk mengancam mundur di saat ini merupakan tindakan yang tidak etis. Pasalnya, publik Indonesia masih berduka akan Tragedi Kanjuruhan yang terjadi. Lantas, jika memang tulisan yang dimuatnya di Instagram ditujukan sebagai bentuk tanggung jawab, publik menilai seharusnya ia menyampaikan hal tersebut jika memang benar Iwan Bule sudah menyatakan mundur.
Sementara itu, pendiri Panditfootball dan pengamat sepak bole Indonesia, Zen Rs, merespons hal tersebut melalui tulisannya di Twitter. Ia mengatakan bahwa semua yang terjadi di sepak bole Indonesia – termasuk Tragedi Kanjuruhan – ini bukan semata tentang tidak ada sepakbola atau trofi yang seharga nyawa, melainkan tentang ukuran wajar suatu bangsa dalam menyikapi kematian ratusan nyawa karena inkompetensi, kelalaian, dan kecerobohan banyak otoritas.