Thomas Matulessy, atau biasa kita kenal dengan nama Kapitan Pattimura merupakan seorang pahlawan yang nama dan gambar nya diabadikan pada uang kertas seribu rupiah. Perlu kita ketahui, bahwa sebutan ‘Kapitan Pattimura’ sendiri merupakan sebuah gelar bagi Thomas Matulessy.
Thomas Matulessy mendapatkan gelar Pattimura dan diangkat menjadi panglima perang atas Honimoa, Nusalaut, Haruku, Ambon, Seram, dan lain-lain, dalam proklamasi Haria pada 29 Mei 1817. Proklamasi ini sekaligus sebagai pernyataan perang terhadap Belanda yang terjadi pada 15 Mei 1817.
Pattimura sendiri merupakan sebuah gelar dari leluhur Matulessy yang pindah ke Hulaliu, sehingga tertutup kemungkinan nama itu juga digunakan oleh Thomas Matulessy. Hal tersebut dinyatakan oleh Deter Bartels, seorang professor Antropologi di Yavapi College, Clarkdale, Arizona, Amerika Serikat.
Belakangan ini ramai di twitter, bahwa Kapitan Pattimura adalah seorang umat Islam. Namun nyatanya, hal tersebut salah. Thomas Matulessy merupakan seorang Kristen tulen. Namun menurut Deter Bartels sendiri, Pattimura yang dimaksud beragama Islam kemungkinan besar adalah orang yang berbeda dengan Thomas Matulessy, seperti yang diklaim oleh banyak orang Muslim di Ambon.
Pattimura Islam yang dimaksud adalah seorang “Patti Muda” yang disinggung oleh J.B.J van Doren (1857) Bernama Patti Muda Gaga Bavanu, utusan Sultan Ternate, yang secara rahasia menyokong pemberontakan Muslim.
Patti Muda Gaga Bavanu itu mungkin salah seorang pemimpin atau pendamping Matulessy yang bertanggung jawab atas pemberontakan Muslim yang mungkin tidak percaya sepenuhnya kepada Matulessy, sang Kristen tulen.
Menurut penelitian Bartels, gelar Pattimura lebih terkenal ketimbang nama pemiliknya, Thomas Matulessy, itu karena terkait dengan politik Pahlawan Nasional dari pemerintah pusat. Menurutnya, setelah Indonesia merdeka, sejak 1949 ada upaya untuk segera mencari pejuang anticolonial yang bukan orang Jawa, untuk mengikat negara multietnik ini dalam satu wadah negara kesatuan.
Sebab, menurutnya, menemukan pahlawan anti-kolonial Belanda di Maluku itu sangatlah penting. Hal tersebut dikarenakan Maluku masih memiliki perasaan anti-persatuan Indonesia, yang harus segera diatasi melalui indoktrinasi kepada generasi muda terkait nama-nama pahlawan.
Satu orang yang cocok diingat adalah sosok Thomas Matulessy, dalam pemberontakan 1817.