Kasus polisi tembak polisi yang terjadi di kediaman Kadiv Propam, Irjen Ferdy Sambo memasuki babak baru. Setelah janggalnya kesaksian pihak keluarga terkait luka sayat di tubuh Brigadir J, banyak sekali pihak yang ingin melakukan penyelidikan secara independen.
Untuk itu, Polri pun mempersilakan untuk pihak eksternal ikut terlibat, termasuk Komnas HAM, dalam insiden polisi tembak polisi ini. Meski begitu, Komnas HAM sendiri akan mengambil langkah untuk bekerja secara mandiri, dengan standard operating procedure (SOP) dan mekanisme yang ada di internalnya.
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara menegaskan bahwa Komnas HAM bukan bagian dari tim khusus gabungan yang dibentuk oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Ia menekankan bahwa dirinya dan tim justru akan mengawasi jalannya proses penyelidikan yang dilakukan tim khusus bentukan Polri tersebut.
Selain itu, Beka juga meminta kepada masyarakat umum untuk turut memantau perkembangan kasusnya. Ia juga mempersilakan masyarakat untuk melapor ke Komnas HAM bilamana mendapatkan fakta terkait kasus polisi tembak polisi yang menyebabkan salah satu personelnya meninggal dunia.
Sebelumnya, Mabes Polri mengadakan konferensi pers terkait insiden ini yang juga diikuti oleh jajaran Polri beserta pihak eksternal, yakni Kompolnas. Dalam konferensi pers tersebut, Komjen Agung Budi Maryoto mengatakan bahwa, meski Komnas HAM bergerak sendiri, namun tetap akan berkoordinasi secara rutin dengan tim khusus Polri.
Dengan begitu, Agung berharap tim khusus Polri akan berjalan sesuai denga napa yang diharapkan, sehingga dapat mengungkapkan hasil pendalaman yang transparan.
Sementara itu, Institute of Criminal Justice Reform (ICJR) memberi catatan kritis atas meninggalnya Brigadir J dalam kasus polisi tembak polisi tersebut.
Menurut peneliti ICJR Iftitahsasi, perlu ada pengungkapan kasus yang tuntas, akuntabel, dan transparan agar dapat dibuktikan, apakah ada ada potensi tindakan sewenang-wenang hingga penyiksaan terhadap korban Brigadir J.
Ia merasa perlu ada penelusuran lebih lanjut terkait klaim kerusakan CCTV, untuk memastikan ada tidaknya potensi untuk sengaja menghilangkan bukti rekaman CCTV atas kejadian ini.
Pasal 221 KUHP, kata Iftitah, mengatur ancaman pidana terhadap pihak-pihak yang menghilangkan atau menyembunyikan bukti-bukti dengan maksud supaya tidak dapat diperiksa untuk kepentingan penegakan hukum.