Presiden Joko Widodo baru saja mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja, atau Perpu Cipta Kerja pada malam tahun baru, atau hari Minggu (31/12/22) kemarin. Perpu ini ditandatangani oleh Jokowi sebagai peraturan darurat untuk menggantikan Undang-Undang Cipta Kerja yang dianggap kontroversial oleh berbagai ahli hukum hingga lapisan masyarakat.
Beberapa waktu sebelum pengesahan Perpu Cipta Kerja, Undang-Undang Cipta Kerja memang sudah diputuskan cacat oleh pengadilan, dengan alasan bahwa ketidakpastian ekonomi global di tahun depan memberinya dasar hukum untuk mengambil langkah tersebut. Adapun alasan Mahkamah Konstitusi yang memutuskan bahwa pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja dianggap sebagai cacat hukum karena tidak melibatkan konsultasi publik terlebih dahulu.
Maka dari itu, Mahkamah Konstitusi memerintahkan DPR untuk memulai kembali proses tersebut dalam waktu dua tahun. Jika tidak, Undang-Undang tersebut akan dianggap inkostitusional. Di balik itu, Presiden Joko Widodo dalam konferensi persnya mengatakan bahwa Indonesia akan bergantung pada investasi dan ekspor pada 2023, dan kepastian hukum tentang UU Cipta Kerja penting unguk mempertahankan persepsi yang baik di kalangan investor.
Sebagai informasi, Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law ini disahkan pada tahun 2020 lalu, dengan merevisi 70 Undang-Undang lainnya. Namun, di balik pengesahannya, Undang-Undang ini memicu protes nasional dari para pekerja, mahasiswa, pelajar, hingga beberapa lapisan masyarakat lantaran banyak Pasal bermasalah yang mengikis perlindungan tenaga kerja serta lingkungan.
Maka dari itu Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat sampai 25 November 2023, atau dua tahun setelah putusan dibaca. Putusan itu berdasarkan pada Putusan MK 91 Tahun 2020.
Namun, pada akhir tahun 2022, Presiden Jokowi malah menerbitkan Perpu Cipta Kerja. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto, menyatakan bahwa pertimbangan utama dikeluarkannya Perpu Cipta Kerja adalah risiko resesi global 2023, konflik di Ukraina, potensi krisis pangan, energi , dan moneter global, serta perubahan iklim.
Menanggapi hal tersebut, Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, mengatakan bahwa langkah yang dilakukan Presiden dalam menerbitkan Perpu Cipta Kerja merupakan hal yang konyol dan tidak pantas.