Pengungsi Rohingya tiba dan terdampar di kawasan Aceh, tepatnya di Pantai Desa Ujong Pie, Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie, pada hari Senin (26/12/22) kemarin. Sejumlah warga terlihat membantu para pengungsi dengan memberikan tempat di sebuah sekolah, tepatnya salah satu Sekolah Menengah Pertama di kecamatan setempat. Para pengungsi pun mendiami ruang kelas di wilayah sekolah yang disediakan oleh warga setempat.
Terhitung sebanyak dua kapal yang mengangkut 231 pengungsi Rohingya yang terdampar di Kabupaten Pidie. Sementara itu, perwakilan UNHCR di Indonesia menyatakan bahwa pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah Indonesia soal penentuan lokasi khusus para pengungsi. Namun, mereka tetap menekankan bahwa para pengungsi juga memiliki hak asasi manusia, sehingga diharapkan pihak-pihak terkait beritikad untuk saling menolong dengan para pengungsi.
Ratusan pengungsi Rohingya memang kembali terdampar di Aceh selama dua hari berturut-turut. Rombongan pertama, datang dan terdampar di Pesisir Desa Ladong, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, pada hari Minggu (25/12/22). Kapal yang mengangkut pengungsi tersebut diduga bocor dan rusak, sehingga terbawa angin ke perairan Aceh.
Di keesokan harinya, tepatnya pada hari Senin (26/12/22), barulah sebuah kapal yang berisi sebanyak 174 pengungsi Rohingya tiba di pesisir Desa Ujung Pie, Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie. Setibanya para pengungsi, Sekretaris Daerah Kabupaten Pidie, Idhami, mengatakan bahwa pihaknya langsung berkoordinasi dengan Bupati dan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Idhami juga menambahkan bahwa pihaknya belum bisa memastikan berapa lama para pengungsi Rohingya tersebut berada di Kabupaten Pidie. Pasalnya, di minggu depan, sekolah yang kini ditumpangi oleh para pengungsi Rohingya akan digunakan untuk kegiatan belajar dan mengajar para siswa. Namun, pihaknya menegaskan bahwa ia dan UNHCR dan BPBD akan selalu berkoordinasi terkait hal ini.
Menurut salah seorang pengungsi Rohingya, kapal yang mereka tumpangi berangkat dari Bangladesh dan mengarungi lautan sekitar satu bulan lebih atau lebih tepatnya selama 42 hari. Di tengah perjalanan, mesin kapal rusak. Di saat yang sama pula, selama 10 hari, mereka kehabisan makanan karena sudah tidak ada lagi persediaan yang tersisa.
Hingga saat ini, dikabarkan ada 26 meninggal dan tujuh di antaranya adalah perempuan.