Polda Metro Jaya melepaskan kasus yang menimpa Brigadir J atau Brigadir Nopriansyah Yoshua Hutabarat kepada Bareskrim Polri, setelah sebelumnya ditangani penuh oleh Polda Metro Jaya itu sendiri. Hal ini dilakukan untuk menjaga efektivitas dan efisiensi penyidikan yang masih terus bergulir hingga saat ini.
Meski begitu, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo memastikan bahwa penyidik dari Polda Metro dan Polrse Jaksel masih akan terus bergabung dalam tim penyidikan. Penarikan penyidikan tersebut dilakukan sekitar hari Jumat hingga Sabtu 29-30 Juli kemarin.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya memang mengambil alih kasus baku tembak antara Polisi vs Polisi yang terjadi di rumah Irjen Ferdy Sambo, setelah sebelumnya kasus ditangani oleh Polrse Metro Jakarta Selatan, hingga kemudian naik ke tahap penyidikan.
Saat ini, pihak Bareskrim menangani seluruh laporan terkait kasus tersebut, termasuk mengenai laporan pihak keluarga Brigadir J, yaitu dugaan pembunuhan berencana yang dilakukan kepada Brigadir J.
Sementara itu, dilansir dari detik.com, Tim Khusus yang tengah menangani kasus ini kembali mendatangi rumah Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada hari Senin (1/8/22). Penyidikan tersebut diikuti pula oleh Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasety. Saat ini, rumah singgah Irjen Ferdy Sambo tersebut tampak masih dipasangi garis polisi.
Untuk diketahui, kasus Polisi tembak Polisi yang terjadi di rumah singgah Irjen Ferdy Sambo tersebut terjadi pada Jumat (8/7/22) sore, antara Bharada E dan Brigadir J. Banyak informasi dan fakta yang simpang siur pasca-terjadinya kasus tersebut, salah satunya laporan atas luka di tubuh korban yang berbeda dengan yang dinyatakan pihak kepolisian.
Bahkan, pihak kepolisian menyebut buntut dari polisi tembak polisi ini adalah terkait adanya dugaan pelecehan oleh Brigadir J terhadap istri Irjen Ferdy Sambo, yang kemudian membuat Bharada E menembakan beberapa peluru ke tubuh Brigadir J hingga tewas.
Kasus tersebut beru terungkap ke publik tiga hari kemudian, pada hari Senin (11/7/22), yang membuat publik menilai adanya kejanggalan pada kasus ini. Adapun sejumlah pihak yang merasakan kejanggalan tersebut, yaitu Menko Polhukam Mahfud MD, hingga Ketua Komisi II DPR, Bambang Wuryanto.